Selasa, 12 November 2013

Pacar Pertama Ayah 2

Seminggu kemudian....
               
Ayah mulai mencium bau parfum “pacaran” dari diriku dengan menemukan barang pemberian pacarku sebagai bukti dan ayah pun bertanya padaku tentang kebenarannya.
“kamu udah pacaran ya?”
“enggak kok ayah”
“kamu bohong, ini buktinya”
“ini  dari teman Nadine yah”
“BOHONG” bentak ayah semakin keras
“udah dong yah jangan ngomong gitu ke Nadine” Ibu mencoba menenangkan suasana
Tapi ayah tak menggubris Ibu dan tetap melanjutkan marahnya yang tertunda
“berapa kali ayah bilang, ayah gak setuju kamu pacaran”
“Nadine udah besar yah, bukan anak kecil lagi kenapa ayah larang-larang Nadine. Nadine tau mana yang terbaik untuk Nadine”
“kamu bukan Nadine putri ayah, Nadine yang ayah kenal selalu mau mendengar apa yang Ayah bilang, ayah kecewa sama kamu. Lelaki itu yang udah merusak otakmu?”
“bukan yah, dia orangnya baik”.
“sekali ayah bilang tidak tetap tidak”
“tapi yah, Nadine saayyy.....”
               

Tiba-tiba jantung Ayah kambuh. Aku dan Ibu yang ada didekat Ayah saat itu sangat panik. Aku merasa bersalah pada ayah.. Segera aku dan Ibu menelpon ambulance dan membawa Ayah kerumah sakit. Aku dan Ibu terus berdoa untuk kesembuhan Ayah. 
               
Selain Ibu, aku ingin mencurahkan segala isi hatiku pada orang yang paling kusayang. Brian yaa dia kekasih yang seminggu telah menemani hari-hariku yang tak sendiri lagi. Aku mengambil ponselku dan kucari nama “Brian” disana.
“hallo yan, kamu dimana sekarang?”
“aku lagi diluar sama mama, kenapa?”
“ayahku masuk rumah sakit”
“oh masuk rumah sakit turut prihatin ya”
“tapi yan........”
“tut...tut...tut...tut”

Jantungku seakan berhenti sama seperti pertama kali aku jatuh cinta padanya. Dalam hati aku pun kesal “Hanya jawaban itu yang terlintas dari bibirnya. Apa dia tak peduli dengan keadaan ku sekarang ?” Aku mencoba untuk berpikir postif. Mungkin dia lagi ada urusan penting sama mamanya. Mungkin aku belum tepat untuk katakannya hari ini, Mungkin..... Mungkin. Dan mungkin.... Ahh stop... stop... Nadine.. stop untuk berpikiran yang tak seharusnya tak kau pikirkan. Jangan izinkan pikiranmu merusak hatimu. Kutarik nafas dalam-dalam dan aku memutuskan untuk mencoba ngomong baik-baik pada Brian besok.
Aku kembali pada Ibu yang sejak tadi berada disisi ayah, menunggu ayah sadar dari tidurnya.
“Bu, ibu lapar nggak ?”
“biar Nadine belikan makanan diluar.”
“enggak usah, ibu masih kenyang, kamu aja yang makan”
“Ibu harus makan, entar Ibu sakit loh. Nadine belikan makanan dulu ya.”
“Yasudah terserah kamu aja”
               
Aku meinggalkan Ibu yang sangat setia mendampingi suami tercintanya, dan melangkahkan kakiku menuju warung makanan disekitar rumah sakit. Aku belikan dua bungkus nasigoreng untukku dan Ibu.
“Mas, beli nasi gorengnya dua bungkus yaa”
“iya neng, duduk aja dulu biar mas siapin”
“makasih mas”
               
Malam itu cukup dingin hingga menusuk tulangku, aku lupa membawa jaket untuk menghangatkan tubuhku dari kedinginan malam.Tanpa kusadari, mataku mengarahkanku kesebuah restoran diseberang sana yang tak jauh dari warung makanan dan rumah sakit tempatku berpijak.
Restoran itu sama aja seperti restoran biasanya. Banyak pengunjung silih berganti untuk melepaskan hasrat laparnya, tempat yang bagus, tapi ada hal bagiku yang tak biasa.
               
Aku seperti melihat sosok yang tak asing bagiku, sosok yang sangat aku kenal. “Brian”. Tapi dia tak sendiri, dia sama seseorang dan orang itu......
Sama siapa Brian? tadi katanya ditelpon ada urusan penting sama mamanya. Tapi itu bukan mama Brian, dia kelihatan masih muda kok, sama sepertiku.
Aku mulai berlari menuju mereka, aku bahkan melupakan pesanan nasigorengku.
“neng nasigorengnya.............”
aku tak memedulikan suara si Mas tukang nasigoreng
Yang paling penting, aku tak boleh kehilangan jejak mereka.
Dan akupun berhasil mengejar jejak mereka.
“Brian, kamu bilang kamu lagi sama mamamu, tapi ternyata kamu sama wanita lain. Siapa wanita ini?”
“Sayang dia ini siapa.......”
“Nadine, dia ini.....”
“Pacar baru kamu ha?”
“Nadine ini tak seperti yang kamu pikirkan....”
“udah lah gak usah ngeles, ternyata kamu selingkuh. Aku gak nyangka kamu lakuin ini samaku Brian, aku pikir kamu cowok yang baik, karna cuman kamu yang berhasil mencuri hatiku dari sekian banyak lelaki, dan kamu satu-satunya yang membuat cintaku tak bertepuk sebelah tangan. Aku memilihmu menjadi cinta pertamaku, karena aku sayang kamu. Kamu tau aku memperjuangkan mu didepan ayah dan ibuku. Aku nyesal tak mendengar kata-kata Ayah. Gara-gara aku membela hubungan kita, aku berubah jadi anak yang membangkang. Ayah benar, ayah lebih tahu yang terbaik untukku, dibandingkan diriku sendiri”

“aku bisa jelasin semua Nadine, ini tak seperti yang kau pikirkan”
“gak ada yang perlu dijelasin lagi, menurutku kata-kata Ayah lebih benar daripada kata-katamu. Bagiku semua cukup jelas, kemesraan kau bersama nya udah cukup jelas bagiku Brian, kita PUTUS semoga kalian bahagia diatas kesedihanku.
               

Aku melangkahkan kakiku sekencang-kencangnya seakan aku tak ingin berada diantara mereka bahkan tak pernah melihat kejadian yang sepertinya mimpi bagiku. Tak peduli dengan suara yang terus berkumandang memanggil namaku. Aku nyesal sangat sangat nyesal tak mendengar kata-kata ayah. Sungguh aku tak memercayai ini semua terjadi padaku. Tapi, disisi lain aku bersyukur, lebih baik cepat, aku mengetahui semua ini daripada terlambat. Orang yang sangat aku cinta mengkhianatiku, sepantasnya dia memang harus keluar dari kehidupanku dan tak pernah kembali lagi. Aku teringat wajah Ayah yang begitu marah saat aku meminta izin padanya untuk pacaran. Maafkan Nadine ayah, aku segera melangkahkan kakiku kerumah sakit, sekencang mungkin untuk minta maaf pada Ayah.
               

Baru aku membuka pintu, aku melihat dokter dan rekan-rekannya sedang berusaha menolong Ayah. Kulihat wajah Ibu yang semakin panik tak menentu, aku sangat shock melihat Ayah yang kondisinya semakin kritis.
“Ibu Ayah kenapa Bu?” tanyaku sambil mengguncangkan tubuh Ibu.
“Ayahmu............” hanya kalimat itu yang keluar dari bibir Ibu.
               
Kulihat wajah Ibu sangat lesu, tak bergairah, wajah Ibu ditutupi dengan derasnya airmata.   
Aku tak kuasa melihat wajah Ibu. Perasaan bersalah semakin menyelimuti diriku.
“Ibu dan adik sebaiknya tunggu diluar dulu, kondisi Bapak Anto sangat kritis”
“Baik dok, tapi ayah saya masih bisa diselamatin kan dok?”
“kami akan berusaha semaksimal mungkin, kita serahkan pada Yang Kuasa, manusia cuman bisa berusaha tapi semua keputusan ada PadaNya. Sebaiknya adik dan Ibu berdoa yang terbaik untuk Bapak Anton.”
               

Aku merangkul Ibu dan membawanya keluar untuk menunggu.
“Ibu, Ayah kenapa?”
Ibu belum juga menjawab pertanyaanku. Aku mencoba bertanya sekali lagi dan berharap Ibu membuka mulutnya untuk menceritakannya padaku.
“Ibu, Ayah kenapa?” Cerita donk Bu ke Nadine.
               
Ternyata dugaanku benar, Ibu mulai terbuka padaku.
“Nadine.....” isak ibu dalam pelukku.
“Iya Bu, Ibu ceritakan sama Nadine semuanya”
“Tadi Ayah kamu sempat siuman, Ayah yang sakit malah Ayah yang menghibur Ibu. Dengan ciri khasnya Ayah yang suka berguyon, dia menghibur Ibu. Kami bercanda dan terus bercanda. Sejenak canda-tawa kami terhenti, dan Ayah teringat padamu.”
“Mana Nadine, Bu.”
“Nadine lagi keluar yah, beli makanan.”
“Ayah rindu sama Nadine, gadis kecil Ayah Bu, Nadine yang ceria, bawel, sayang sama Ayah dan Ibu, gak pernah absen kalo mau curhat sama Ayah. Tapi Nadine kecil Ayah udah berubah sejak dia merasakan masa-masa Puber. Ayah juga salah Bu, Ayah terlalu banyak melarang Nadine. Nadine benar, dia bukanlah anak kecil lagi. Tapi Ayah melarangnya bukan karna Ayah tak sayang padanya, justru Ayah sangat menyanyanginya, lebih dari yang Nadine tahu. Ayah melarangnya karena Ayah takut Dia jatuh pada orang yang salah, seperti yang pernah Ayah alami dulu. Sebelum sama Ibu, ayah pernah dikhianati sama seseorang yang sangat Ayah sayang, dia meninggalkan Ayah dan menikah dengan Pria yang jauh lebih kaya dari Ayah. Dia gak terima Ayah miskin, sejak itulah Ayah sangat susah membuka hati untuk wanita lain, dan Ibulah satu-satunya wanita yang mampu mengobati luka ayah, Ibu menerima Ayah apa adanya.”
“Bu, kalau Ayah nanti gak sempat lihat dan bicara dengan Nadine lagi, ayah titip surat ini untuk Nadine ya.”
“Ibu melihat Ayah bercerita penuh haru dan wajah Ayah dihiasi dengan titik-titik air mata. Ibu juga gak nyangka Ayah berkata seperti itu. Ibu coba menenangkan Ayah. Ayah gak boleh ngomong gitu, Ayah pasti bisa kok melihat Nadine lagi. Nadine sebentar lagi datang kok, Ayah berjuang ya.”
“Tapi Bu, ayah udah gak ku.....” kalimat Ayah terpotong dan sakitnya mulai berkontraksi lagi.
Aku memeluk Ibu erat dan bilang “aku menyesal dengan perbuatanku Bu, ayah benar, ayah lebih tau yang terbaik untuk Nadine ketimbang Nadine sendiri. Brian Bu, dia selingkuh. Tadi Nadine lihat dia sama wanita lain sangat sangat mesra”.
“Udahlah nak, tak perlu disesali lagi. Penyesalan selalu terjadi diakhir. Bukan penyesalan namanya kalau datangnya diawal. Ini surat Ayah untuk kamu. Kamu baca ya.”
               
Ku ambil surat dari tangan Ibu dan aku membuka lalu membaca tulisan Ayah yang terangkai dalam surat itu.
               
               Untuk Nadine gadis kecil Ayah.........
               Tak terasa kini kau tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik
               Gadis ayah yang tak kecil lagi.
               Gadis ayah yang selalu riang.
               Betapa senangnya Ayah dan Ibu saat menyaksikan mu hadir didunia ini.
               Berharap satu hari nanti kau tumbuh menjadi gadis kebanggaan Ayah dan Ibu
               Tapi semuanyaa berubah nak...
               Ketika kau mulai merasakan “Jatuh Cinta”
               Ayah tak salahkan kamu. Cinta memang tak bisa dielakkan. Setiap orang pasti dan akan 
               merasakan Jatuh Cinta yang dapat merubah pribadi sesorang, negatif atau positif.
               Mungkin Ayah yang salah, Ayah terlalu melarangmu.
               Maafkan Ayah Nadine, ayah melakukan itu untuk kamu....
               Mungkin kamu sudah mendengar cerita dari ibumu..
               Ayah takut kamu jatuh ditangan yang salah nak..
               Jujur, Ayah mulai cemburu saat kamu minta izin untuk pacaran.
               Kamu adalah satu-satunya buah hati Ayah yang sangat ayah sayang...
               Kamu Pacar Pertama Ayah yang selalu Ayah banggakan meskipun Ayah memiliki Ibumu.
               Pacar Pertama yang hadir didunia dengan suara tangisanmu yang merdu 17 tahun yg lalu...
               Ayah tak melarang kamu untuk Pacaran...
               Tapi Ayah tak mau Pacar Pertama Ayah jatuh ditangan yang salah.
               Ayah bukan tidak mengizinkanmu, tapi Ayah belum mengizinkanmu, nak.
               Satu hari nanti yakinlah kamu pasti dapatkan yang terbaik untuk dirimu, asalkan kamu mau 
               menunggu.
               Ayah tidak mau, kamu merasakan hal yang sama seperti yang Ayah rasakan dulu.
               Ayah cuman mau yang terbaik untuk Pacar Pertama Ayah Nadine.
               Maafkan Ayah Nadine yang terlalu mengekangmu.
               Kamu benar, kamu bukan lah anak kecil lagi, kamu udah dewasa.
               Berjanjilah pada Ayah kamu harus bisa memilih yang terbaik untukmu
                jika Ayah tak lagi berada disampingmu.
               Ayah titip Ibu padamu ya Nak.
               Nadine tetap menjadi Pacar Pertama Ayah yang selalu Ayah banggakan...
               Ayah sayang Nadine....
               
                                                                                                         Pacar Pertamamu, Ayah...

               

Kuhempaskan tubuh ku dipelukan Ibu, airmata terus mengalir. Aku sungguh menyesal, tak mendengarkan apa kata Ayah. Ayah jauh lebih tau yang terbaik untukku. 

“Bu, kami udah berusaha semaksimal mungkin, tapi Tuhan lebih punya Kuasa. Bapak Anto sudah tiada”.
:'(

The End--

Tidak ada komentar:

Posting Komentar